Gutuskul: Kata Mata Kita – Lokakarya Fotografi & Menulis merupakan edisi perdana dari program edukasi Gulung Tukar di tahun 2024. Program ini tidak hanya mengeksplorasi teknis fotografi dan keterampilan menulis, tetapi juga mendorong peserta untuk terlibat aktif dalam kerja pencatatan aktivitas seni budaya dan pengelolaan arsip serta ingatan kolektif. Lokakarya ini akan mengajak peserta untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam menyampaikan pesan melalui medium visual dan teks.

Lebih lanjut, hasil dari program edukasi ini tidak hanya diapresiasi di ruang lokakarya, tetapi  dihadirkan dalam pameran fotografi. Pameran ini akan menjadi ruang apresiasi bagi karya-karya hasil lokakarya peserta. Selain itu, hasil menulis peserta juga akan berkesempatan untuk diditerbitkan di lini publikasi Gulung Tukar (Gulkar Press & Cerita Akar Cipta) agar dapat menjangkau khalayak yang lebih luas.

Schedule

Jumat, 9 Februari 2024
15:00: – 18:00 WIB
Materi Fotografi

  • Pemahaman tentang konsep foto cerita, termasuk bagaimana elemen-elemen visual dapat digunakan untuk menyampaikan narasinya.
  • Teknik dan prinsip dasar fotografi yang mendukung kemampuan bercerita melalui gambar, termasuk pencahayaan, komposisi, dan penggunaan angle yang efektif.
  • Strategi pemilihan dan seleksi foto yang efektif, terutama dalam konteks pengelolaan arsip. Peserta akan diajak untuk memahami bagaimana memilih foto yang paling mewakili cerita atau konsep yang ingin disampaikan.
  • Berbagi pengalaman pribadi dan wawasan praktis tentang menggali dan mengelola arsip foto. Memberikan perspektif luas tentang bagaimana fotografi tidak hanya sebagai keterampilan teknis, tetapi juga sebagai cara untuk meresapi dan merefleksikan temuan isu atau arsip di lapangan.

Minggu, 11 Februari 2024
15:00: – 18:00 WIB
Materi Penulisan

    • Panduan dalam penulisan liputan kegiatan seni, mengajarkan bagaimana menciptakan narasi yang menarik minat masyarakat umum.
    • Eksplorasi temuan data dan arsip, menunjukkan cara merespons; menggali; dan merinci cerita-cerita yang ditemukan dalam temuan tersebut.
    • Kiat-kiat praktis untuk merencanakan dan melaksanakan riset sederhana dalam konteks seni budaya, terutama saat menulis tentang kegiatan seni budaya atau arsip dan ingatan kolektif.
    • Pembahasan cara efektif menggabungkan keterampilan menulis dan pengelolaan data ke dalam publikasi yang tidak hanya informatif tetapi juga menarik.

Lokakarya dan Pameran diselenggarakan di
Gutuhaus Jl. Mastrip no. 18 Serut, Boyolangu, Tulungagung

Speaker

Adhi Kusumo

Fotografer dan pendidik fotografi sejak tahun 2008. Fotografer dengan spesialis profil dan jurnalistik. Selain itu juga menjadi pendidik fotografi untuk workshop dan training bagi instansi, lembaga, perusahaan. Aktif di komunitas fotografi menggelar pameran, workshop, dan diskusi.

Pendidikan Fotografi:

  • 1997 – D3 Komunikasi (Advertising), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
  • 2000 – New York Institute of Photography, New York, USA.
  • 2003 – Lighting Workshop, Louis Jay Studio, Miami, USA.
  • 2007 – Advanced Photo Journalism Workshop, World Press Photo, Jakarta.
  • 2018 – ToT (Training of Trainer) Photography, Panna Photo Institute, Jakarta.

Titah Asmaning Winedar

Lahir di Tulungagung pada 1993, kini tinggal di Yogyakarta dan bekerja sebagai jurnalis independen untuk berbagai media, termasuk VICE Indonesia, Jakarta Post, dan Project Multatuli. Sejak masih menempuh studi Ilmu Komunikasi di Universitas Gadjah Mada (UGM), ia telah mengelola media musik independen bernama WARN!NGMAGZ. Pernah mengikuti lokakarya Penulisan Seni Rupa dan Kuratorial oleh Ruang Rupa – Dewan Kesenian Jakarta (2016). Selain sebagai jurnalis, ia juga mengerjakan beberapa pekerjaan lain yang berbasis pengolahan narasi, riset budaya, dan penciptaan seni. Tulisan-tulisannya berfokus pada kearifan lokal, realisme magis, dan anak muda. Buku Pertamanya, Parade Hantu Siang Bolong: Kumpulan Reportase Menyoal Mitos dan Lokalitas terbit tahun 2020 lalu. Ia percaya bahwa jurnalisme yang bertutur sebagai cerita bisa jadi taktik memahami, bahkan hal paling absurd di dunia. Bercita-cita hidup dari menulis dan menghabiskan masa tua di Pulau Hatta, Banda Neira.