Turunkan Jangkar, Kembangkan Layar
Pameran, Penayangan, dan Program Harian
/ Exhibition, Screening, and Daily Program
27 Desember 2019
– 12 Januari 2020





















Turunkan Jangkar, Kembangkan Layar adalah program pertama Gulung Tukar yang diinisiasi untuk merayakan Biennale Jatim 8. Program ini mencakup pameran foto, penayangan film, dan program harian yang berlangsung selama 17 hari, mulai 27 Desember 2019 hingga 13 Januari 2020, dengan persiapan sekitar tiga minggu.
Sebanyak 44 fotografer berpartisipasi dalam pameran ini dengan output karya yang beragam, mulai dari cetak di kertas foto, kain, hingga buku foto. Pameran fotografi ini menjadi respons terhadap dominasi seni lukis dalam ranah seni rupa, khususnya di Tulungagung.
Film-film yang ditayangkan meliputi film panjang dan pendek dengan berbagai genre, mulai dari fiksi, dokumenter, hingga animasi. Ragam program yang dihadirkan menjadi jembatan untuk mendukung aktivasi dan inklusivitas dalam medan seni.
Semua pihak yang terlibat, mulai dari tim penyelenggara, fotografer, pembuat film, hingga programmer, direkrut melalui panggilan terbuka. Partisipan berasal dari berbagai kota, tidak hanya Tulungagung, tetapi juga Malang, Sidoarjo, Yogyakarta, hingga Jakarta.
Platform ini diinisiasi sebagai pijakan awal Gulung Tukar untuk mendukung kerja-kerja kolaboratif lintas disiplin, usia, dan gender.
Turunkan Jangkar, Kembangkan Layar (Drop Anchor, Unfurl the Sails) is the first program by Gulung Tukar, initiated to celebrate the 8th East Java Biennale. This program featured photo exhibitions, film screenings, and daily activities held over 17 days, from December 27, 2019, to January 13, 2020, with approximately three weeks of preparation.
A total of 44 photographers participated in the exhibition, showcasing a variety of outputs, including prints on photo paper, fabric, and photo books. This photography exhibition served as a response to the dominance of painting in the visual arts field, especially in Tulungagung.
The films screened ranged from feature-length to short films, encompassing various genres such as fiction, documentaries, and animation. The diverse programs bridged opportunities to foster activation and inclusivity in the cultural arts sphere.
All contributors, including the organizing team, photographers, filmmakers, and programmers, were selected through an open call. Participants hailed not only from Tulungagung but also from other cities such as Malang, Sidoarjo, Yogyakarta, and Jakarta.
This platform was initiated as Gulung Tukar’s starting point to support collaborative efforts across disciplines, ages, and genders.







































