Collaboration Initial Process Notes
22/11 ‘22 Saat itu #WarGulGul sedang sepi. Aku sedang duduk di teras Gutuhaus saat sebuah notifikasi muncul di smartphoneku, tertera email dari British Council. Seingatku aku tidak sedang menunggu-nunggu pengumuman apapun. Aku sedang menjalani masa pasrah dan putus asa dengan kesenian. Tapi email itu membawa angin segar. Sangat segar. Mataku tak mau basa-basi, yang pertama dibaca olehnya adalah kata “congratulation!”. Wow! Kututup layar smartphoneku dengan tangan, kupandang satu-satunya orang yang ada di Gutuhaus waktu itu, Arantika. Aku memandangnya sambil tersenyum, speechless tanpa berkata apapun. Arantika bertanya-tanya, “ada apa?”. Aku masih tersenyum, diam beberapa saat, kemudian berkata dengan masih lemas,”British Council dapet”. Tika turut kaget, dia menghampiriku, tapi aku menahannya yang hendak melihat smartphoneku. Aku melanjutkan membaca isi email itu. Satu-dua detik selang selesai membaca, aku berlari ke dalam Gutuhaus sambil melompat kegirangan. Kami berdua melompat kegirangan.
22/11 ’22 It was a quiet day at #WarGulGul. I was sitting on the terrace of the Gutuhaus when a notification popped up on my smartphone, an email from the British Council. I think I don’t waiting for any announcements. I was going through a period of despair with the arts. But the email was a breath of fresh air. Very fresh. The first word that read by my eyes was “congratulation!”. I covered my smartphone screen with my hand, looking at the only person in the Gutuhaus at that time, Arantika. I looked at her with a smile, speechless. Arantika wondered, “what’s up?”. I was still smiling, silent for a while, then said with a limp, “British Council, we got it”. Tika was also shocked, she came over to me, but I held her back who was about to look at my smartphone. I continued reading the contents of the email. Once I finished reading it, I ran into the Gutuhaus while jumping for joy. We both jumped for joy.
Aku akan mencoba menceritakan bagaimana awal dan kelanjutan dari momentum ini.
Sebenarnya kami, Gulung Tukar, sudah menunggu-nunggu kapan grant #ConnectionThroughCulture 2022-2023 ini akan dibuka. Sayangnya karena sibuknya agenda, kami hampir melewatkannya. Paling lama hanya 10 hari waktu yang tersisa untuk mengolah ide menjadi rencana program, sekaligus mengurus teknis pendaftaran seperti menghubungi kolaborator dan membuat proposal (menjawab pertanyaan dari form pendaftaran). Beruntung, Ella sebagai kolaborator sangat suportif, Ia merespons dengan baik dan cepat dalam memberikan data pendukung yang diperlukan. Email yang pertama kali kukirimkan kepada Ella adalah ajakan untuk melakukan kolaborasi. Email itu berisi perkenalan diriku dan Gulung Tukar, penjelasan singkat bagaimana aku bisa mengenal dan ingin mengajak Ella berkolaborasi, dan tentu saja konsep program yang hendak diajukan.
Sebulan setelah batas akhir pendaftaran, kabar baik itu datang. Aku lantas meneruskan ke Ella kabar baik ini. Ella menawarkan untuk melakukan online meeting, tapi ternyata satu-dua bulan setelahnya aku masih cukup sibuk dengan beberapa program lain sembari mengurusi hal-hal administratif dengan pihak British Council Indonesia. Hingga akhirnya 20 Januari 2023 jadi saat pertama aku dan Ella bertatap muka langsung, secara virtual. Ini mungkin sedikit terlambat, kami baru mulai mengenalkan aktivitas dan lingkungan masing-masing. Pertemuan ini dilanjutkan dengan membahas program dan timeline-nya.
I will try to tell you a story about how this momentum started and continued.
Actually, we, Gulung Tukar, have been waiting for when the #ConnectionThroughCulture 2022-2023 grant will be opened. Unfortunately, due to the busy agenda, we almost missed it. At most, we only had 10 days to process our ideas into a programme plan, as well as take care of the technicalities of applying such as contacting collaborators and making proposals (answering questions from the application form). Luckily, Ella as a collaborator was very supportive, she responded well and quickly in providing the supporting data. The first email I sent to Ella was an invitation to collaborate. The email contained an introduction of myself and Gulung Tukar, a brief explanation of how I got to know her and wanted to invite Ella to collaborate, and of course the concept of the programme to be proposed.
A month after the application deadline, the good news came. I then forwarded the good news to Ella. Ella offered to have an online meeting, but it turned out that a month or two later I was still quite busy with several other programmes while taking care of administrative stuff with the British Council Indonesia. Until finally 20 January 2023 was the first time Ella and I met face to face, virtually. It may be a little late, we just started to introduce each other’s activities and environment. This meeting was followed by discussing the programme and timeline.
Kami melakukan beberapa penyesuaian pada timeline awal hingga beberapa kali. Rencana kerja kami tergantung pada beberapa urusan administratif, salah satunya yaitu proses pengajuan visa. Ini menjadi pengalaman pertamaku mengundang orang dari luar negeri. Seperti sebuah pencapaian, ini adalah tiket paling mahal yang pernah kupesan. Sialnya, itu untuk orang lain, hahaha. Jadi apa saja dokumennya? Tentu mulai dari passport, kemudian asuransi perjalanan, surat invitation sebagai proof akomodasi, dan tiket pulang menjadi syarat wajib untuk mengajukan visa. Ella harus mengurusnya langsung di kantor Indonesian Embassy di London. Awalnya kami mengajukan visa untuk 70 hari, tapi akhirnya yang disetujui maksimal 60 hari dengan catatan jika ingin melakukan perpanjangan bisa dilakukan Indonesia. Akhirnya, kami memutuskan untuk mengunci 60 hari, tepat 2 bulan, tersebut sebagai masa residensi. Ella akan berada di Indonesia dari 21 Maret – 18 Mei 2023.
Sejujurnya ini tidak berubah jauh dari rencana awal kami, di mana proyek seni dan program residensi, The Trees & The Wires, akan berlangsung selama bulan Maret – Mei 2023.
IWe made some adjustments to the initial timeline several times. Our work plan depends on some administrative stuff, one of which is the visa application process. This was my first experience inviting people from overseas. Like an achievement, this was the most expensive ticket I had ever booked. Unfortunately, it was for someone else, hahaha. So what are the documents? Of course, starting from passport, then travel insurance, invitation letter as proof of accommodation, and return ticket are mandatory requirements to apply for visa. Ella had to organise it directly at the Indonesian Embassy office in London. Initially we applied for a 70-day visa, but in the end the maximum approved was 60 days with a note that if you want to extend it, you can do it in Indonesia. But, we decided to lock in 60 days, exactly 2 months, as the residency period. Ella will be in Indonesia from 21 March – 18 May 2023.
This honestly doesn’t change much from our original plan, where the art project and residency programme, The Trees & The Wires, would take place during March – May 2023.
– Benny Widyo