Eri Rama Putra lahir pada 15 Mei 1987 di Jakarta. Ia adalah lulusan dari Jurusan Fotografi, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Ia senang memotret hal-hal yang sederhana, ada di sekitar, dan sering ditemui dalam keseharian. Karya-karyanya cenderung intuitif dan personal. Dalam proses berkaryanya ia selalu menggunakan pendekatan logika dan teknik fotografi. Membongkar-mempertanyakan-memainkan dan mencoba memaknai ulang objek atau peristiwa yang ia temui sehari-hari.

After Drink, 2017

Dengan logika “ide yang berkelanjutan”, karya ini mencoba untuk merespon benda dan menggunakannya kembali setelah fungsi utamanya selesai. Dalam konteks kehidupan manusia, praktik merespon benda setelah fungsi utamanya selesai lalu memiliki fungsi yang baru merupakan salah satu bentuk kreativitas sekaligus salah satu strategi bertahan hidup. Secara khusus dalam karya ini membicarakan bagaimana sebuah aktivitas berkumpul tidak berhenti begitu saja tetapi dari aktivitas itu dapat memunculkan atau mengembangkan berbagai ide untuk dilakukan secara personal atau kolektif.


Histori:
2017 “Unseen CO-OP 2017”, Westergasfabriek, Amsterdam.
2018 “The Makers”, Art Jakarta, The Ritz-Carlton Jakarta, Pasific Place.
 
Object from 1998, 2017
 
Setiap manusia memiliki ingatan dan kenangan atas apa yang dialami dalam kehidupannya. Sama halnya dengan balok kayu yang selalu membekas dalam ingatan saya. Ketika itu saya masih berusia 11 tahun dan tidak memahami betul apa yang sebenarnya terjadi. Saya dan orang-orang lainnya mempersenjatai diri dengan balok kayu, menjaga lingkungan tempat tinggal saya danberupaya melindungi masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal bertetangga.Situasi tegang dan mencekam lalu perhatian terpusat mendengar bunyi dari dentingan tiang besi yang memecah telinga, dipukul berulang kali sebagai isyarat bahaya akan datangnya massa dalam jumlah besar dan akan melakukan aksi sweeping masyarakat keturunan Tionghoa.Semakin tumbuh besar saya semakin menyadari apa yang terjadi ketika itu adalah persoalan yang sangat sensitif dan diskriminatif. Sebagai bangsa yang hidup di dalam negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, tindakan itu sangat tidak patut dilakukan oleh siapapun dan kelompok apapun tanpa terkecuali. Tapi ternyata, persoalan itu masih terjadi hingga saat ini.
 
Histori:
2017“ Pameran Nusantara 2017: REST AREA – Perupa Membaca Indonesia”, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
2018 “Art Unlimited”, Art Jakarta, The Ritz-Carlton Jakarta, Pasific Place.
2020 “Arisan Karya”, Museum MACAN, Jakarta.
Steps in Silence, 2015-2016
 
Gambar-gambar ini adalah bagian dari proyek seri foto saya yang berjudul Steps in Silence. Berangkat dari rasa penasaran untuk memotret pada malam hari ketika banyak aktivitas manusia telah berhenti, saya melakukannya mulai tengah malam hingga dini hari. Saya memaksa diri untuk berjalan kaki menyusuri jalanan dan sudut-sudut kota, berusaha menemukan subyek yang secara bentuk dan waktu memiliki “nyawa”. Saya tidak tahu apa yang sebenarnya sedang saya lakukan, saya hanya melangkahkan kaki dan mengatur pandangan saya. Malam hari membuat saya terhindar dari distraksi dan dapat lebih konsentrasi untuk melihat dan merasakan. Bagi saya, dan mungkin juga kebanyakan orang, suasana sepi bisa menjadi refleksi diri dan terkadang adalah saat yang tepat untuk berdialog dengan diri sendiri.
 
Histori:
2015 “ Sightseeing”, Galeri Institut Francais Indonesia, Yogyakarta. “Sightseeing”, Ruang MES 56, Yogyakarta.
2016 “Indonesia in SongEun: MES 56 – Keren dan Beken”, SongEun Art Space, Seoul, South Korea.
2017 “Steps in Silence”, ViaVia, Yogyakarta.