Tulungagung, September 2024

Art Project & Residency • Exhibition • Public Program

KALAJALA adalah festival seni budaya lintas disiplin yang diselenggarakan oleh Gulung Tukar dan digelar di Tulungagung. Nama “Kalajala” diambil dari gabungan kata dalam bahasa Sanskerta “Kala,” yang berarti waktu atau momen, dan “Jala,” yang berarti air. Nama ini merujuk pada perjalanan waktu yang mengalir seperti air, serta peran penting air dalam membentuk identitas dan sejarah Tulungagung. Festival ini diinisiasi untuk mengelola cerita-cerita lokal dan kebudayaan lokal melalui seni kontemporer. Untuk itu, Kalajala diproyeksikan menjadi platform yang dapat menghubungkan tradisi dengan modernitas, serta merangkul berbagai disiplin seni mulai dari seni rupa, pertunjukan, hingga media baru.

Festival ini menyediakan ruang bagi seniman untuk berkolaborasi, berbagi gagasan, dan mengeksplorasi batas-batas kreatifnya. Dengan menghadirkan karya dan program yang beragam, Kalajala berusaha memantik publik untuk melihat dunia dari perspektif yang berbeda, menghargai ragam kerja seni budaya, dan mengamini kesenian sebagai bagian penting dari kehidupan. Melalui berbagai ekspresi artistik yang diisajikan, dan berbagai program yang ditawarkan; Kalajala berusaha untuk memperbanyak terjadinya proses pertukaran gagasan dan memungkinkan ekosistem seni yang berkelanjutan.

KALAJALA digagas sebagai sebuah trilogi yang terdiri dari: “KALAJALA: Melihat Air Bekerja” (2024), yang menyoroti air sebagai elemen vital dan entitas hidup; “KALAJALA: Mencipta Ombak Bersama” (2025), yang mengeksplorasi dinamika ombak sebagai simbol perubahan dan kekuatan alam; dan “KALAJALA: Menyusuri Sungai Kita” (2026), yang menghubungkan narasi lokal tentang sungai dengan budaya dan sejarah, serta menandai transformasi festival menjadi Triennale Mataraman. Setiap edisi membawa tema yang menggali lebih dalam pemahaman tentang hubungan manusia dengan air sehingga dapat dikelola menjadi karya atau program seni yang reflektif dan progresif.

Tulungagung, sebuah kota dengan sejarah panjang yang mengakar dalam hubungan eratnya dengan air, menjadi gagasan untuk edisi pertama “KALAJALA: Melihat Air Bekerja.” Tema ini tidak hanya mengeksplorasi air sebagai elemen fisik, tetapi juga sebagai entitas yang hidup dan menghidupi. Berangkat dari catatan dokumentasi artistik dalam buku Tirto Cipto yang dirilis oleh Gulung Tukar, yang merupakan temuan dari proyek The Trees & The Wires; tema ini ingin menelusuri narasi sejarah, budaya, dan spiritualitas yang menyatu dengan air di Tulungagung.

Air bisa dimaknai bukan sekadar benda mati; ia menjadi saksi bisu dari perubahan zaman, dari babad hingga sejarah banjir yang membentuk lanskap dan kehidupan masyarakat setempat. Sejarah mencatat bahwa Tulungagung dahulunya adalah sebuah rawa besar yang perlahan-lahan direklamasi dan ditata ulang oleh para pendahulu, sebagaimana dituturkan dalam banyak cerita rakyat dan babad yang menceritakan perjuangan melawan banjir dan mengelola lahan basah. Dalam konteks ini, air dipandang memiliki ingatan kolektif, menyimpan cerita-cerita dan pengalaman yang diturunkan dari generasi ke generasi. Dongeng, legenda, kisah mistis, serta arsip dan data-data ilmiah yang terkait dengan air akan diangkat untuk menyoroti bagaimana elemen ini membentuk dan dipengaruhi oleh budaya setempat.

Terdapat kajian dari berbagai disiplin ilmu menunjukkan bahwa air memang dapat dianggap sebagai entitas yang memiliki ingatan. Misalnya, penelitian yang dipopulerkan oleh Dr. Masaru Emoto dalam bukunya The Hidden Messages in Water menunjukkan bahwa air dapat merekam dan merespons energi dari lingkungannya. Meskipun kontroversial dan masih diperdebatkan dalam komunitas ilmiah, konsep ini memberikan perspektif menarik tentang bagaimana air bisa menjadi medium yang menyimpan cerita dan kenangan.

Proyek ini bertujuan untuk menghidupkan kembali narasi-narasi tersebut melalui berbagai karya dan program yang kreatif dan interaktif. Residensi dan proyek seni akan membuka ruang bagi interpretasi baru tentang air dan perannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara pameran seni akan memberikan visualisasi yang menarik dan reflektif tentang hubungan manusia dengan air. Program publik, termasuk diskusi, lokakarya, presentasi, dan pertunjukan seni, akan menyediakan platform bagi para ahli, peneliti, dan masyarakat untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, serta menghadirkan perspektif personal dan emosional yang menghubungkan audiens dengan esensi air dan kebudayaan.

Dengan tema “Melihat Air Bekerja,” wawasan baru tentang bagaimana air mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan berusaha untuk dipertukarkan. Melalui pendekatan yang holistik dan lintas disiplin, program ini akan menjadi refleksi dari Tulungagung yang selalu bergerak, mengalir, dan berkembang seperti air; mengelola ingatan dan cerita yang terus hidup dalam setiap tetesnya. Dengan menimba kekayaan sejarah dan budaya air di Tulungagung, “Kalajala” berupaya untuk menyoroti pentingnya air sebagai elemen yang tidak hanya mendukung kehidupan, tetapi juga membentuk identitas dan warisan budaya kita.