Gulung Tukar | Kelompok Seni Budaya Multidisiplin
Tulungagung, Jawa Timur
berkolaborasi
dengan
SkolMus | Multimedia untuk Semua
Kupang, Nusa Tenggara Timur
28/03 – 08/04
Residensi ∙ Lab. Ingatan ∙ Lokakarya ∙ Diskusi
Dengan bangga dan bahagia, setelah mengawali perkenalan pada awal Februari lalu dan melalui beberapa pertemuan daring, kami akan bertemu secara langsung di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Terima kasih teman-teman SkolMus telah menyambut kami yang dari antah berantah ini, tiba-tiba menyatakan diri ingin berkunjung. Keberanian ini tentu berangkat dari kekaguman kami melihat praktik teman-teman SkolMus yang menarik dan sejalan dengan praktik yang Gulung Tukar lakukan.
Bentuk-bentuk kerja kolaboratif yang melintasi batas geografis ini tentu diikuti oleh berbagai perbedaan, seperti zona waktu; bahasa; hingga kultur keseharian masyarakatnya. Namun, kami percaya bahwa perbedaan-perbedaan ini justru akan memperkaya perspektif dan pengalaman. Ide-ide dipertukarkan, peluang-peluang diciptakan. Kami membayangkan akan terjadi banyak proses berbagi dan bertukar, memungkinkan berbagai kerja bersama yang terus berkembang dan berkelanjutan di masa mendatang.
Berbagai kemungkinan di masa depan itu akan diawali dengan tinggal selama kurang lebih 10 hari di Kupang. Kami akan ‘menumpang’ hidup di rumah SkolMus, melakukan beberapa perjalanan dan pertemuan. Kami juga sangat senang ketika diajak terlibat dalam Lab. Ingatan yang merupakan rangkaian #MerekamKota tahun ini. Selain itu tentu saja ada beberapa program publik yang akan kami kerjakan bersama. Program itu adalah lokakarya fotografi dengan tajuk “Tata Mata, Rekam Kota” serta diskusi santai dan terbuka tentang praktik kuratorial di lingkungan komunitas.
Tim Residensi Gulung Tukar
Benny Widyo – Kurator, Peneliti, Fotografer
Arantika D. F. – Administrasi, Keuangan, Publikasi
Muchamad Riduwan – Artistik, Videografer
Radatul Munawaroh — Penulis, Peneliti
Kaka-Kaka SkolMus
Ade Ayu Soraya • Andri Saputra • Armin Septiexan • Aurelio Junior Wolo • Barlyno Pah
Bergita Mbua • Felzip Pandie • Frengki Lollo • Golio Pera • Ifana Tungga • Ilta Tafuli • Ivan Dano
Juniken Imelda Ratu Radja • Martinus F. R. Danga Wila • Melati Lobo • Meli Hardjo • Qile Besa
Sarah Ledoh • Scivo William Djami • Sherly Atty • Vania Bunga • Yosafat Herman Hana
Catatan &
Dokumentasi
Hari Pertama – Berangkat ke Kupang, sampai di Mabes SkolMus, Makan Malam di Pasar Malam
Pada Kamis, 28 Maret 2024, empat anggota tim residensi #TimurKeTimor memulai perjalanan dari Tulungagung menuju Kupang pada pukul 04.20 WIB. Kami memulai perjalanan dengan menggunakan mobil menuju Bandara Internasional Juanda di Surabaya, kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan pesawat menuju Kota Kupang. Penerbangan dari Surabaya ke Kupang memakan waktu sekitar 2 jam, dengan cuaca yang cerah meskipun diwarnai gerimis saat take off dan hujan deras saat landing.
Sekitar pukul 14.00 WITA, tim residensi #TimurKeTimor tiba di Bandara El Tari Kupang. Saat keluar dari terminal kedatangan, kami disambut oleh teman-teman dari SkolMus, yaitu Seko, Kiko, dan Golio. Ini merupakan pertemuan pertama kami secara langsung setelah beberapa kali berdiskusi secara daring. Kami melanjutkan perjalanan menuju Mabes Skolmus menggunakan taksi bandara.
Sesampainya di SkolMus, kami bertemu dengan Ka Engki dan beberapa teman dari SkolMus lainnya. Tim dari Gulung Tukar kemudian menunjukkan beberapa makanan ringan, kopi, dan buku yang kami bawa sebagai oleh-oleh dari Tulungagung. Sambil membuka oleh-oleh, kami mulai berbincang-bincang tentang kegiatan biasa Gulung Tukar dan SkolMus sambil menunggu waktu sore untuk “war takjil” di Kota Lama. Namun, rencana itu terpaksa dibatalkan karena kami tertidur hingga waktu berbuka telah terlewat.
Akhirnya, kami memutuskan untuk mencari makan malam, dan kami memilih ikan kuah asam dan ikan bakar di Pasar Malam, Solor. Setelah makan malam, kami menyempatkan diri untuk menjelajahi sedikit Kota Lama dengan berjalan kaki, dan singgah sebentar di salah satu kedai kopi bernama Kopi Saa.
Wartakjil depan Katedral, Jalan-Jalan di Kota Lama, Berbuka di Dermaga Tedis, dan Nasi Kuning
Jumat, 29 Maret, kami merealisasikan “wartakjil” yang tertunda pada hari sebelumnya. Kami berangkat dari SkolMus menuju daerah di depan Gereja Katedral Kota Kupang menggunakan angkutan umum yang biasa disebut bemo. Rata-rata bemo di Kupang memutar musik yang cukup keras (meskipun bemo kami tidak sekeras yang lain), dan setiap bemo memiliki sticker dengan nama bemo masing-masing. Ini menjadi pengalaman yang menarik bagi kami karena di Tulungagung angkutan umum sangat terbatas dan orang lebih memilih menggunakan jasa angkutan online. Setibanya di depan Gereja Katedral Kota Kupang, kami segera memilih makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Kami memilih beragam takjil mulai dari gorengan, jajanan pasar, hingga minuman, termasuk dua makanan khas Kupang yaitu nasi unti dan bajongko. Suasana di depan Gereja Katedral saat itu cukup ramai karena bertepatan dengan ibadah Jumat Agung.
Kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju kampung Air Mata untuk melihat bekas penjara Belanda serta salah satu masjid tertua di Kota Kupang. Setelah itu, kami menyusuri Kota Lama dan menuju Pantai Koepan LLBK atau Pantai Tedis. Kami menikmati makanan dan minuman hasil wartakjil, tepatnya di bekas dermaga. Dermaga ini memiliki banyak cerita, mulai dari tempat pertama berlabuhnya Bangsa Portugis dan Belanda hingga tempat berlabuhnya kapal yang akan memulangkan orang Cina saat ada larangan mereka untuk melakukan kegiatan perdagangan. Selain cerita sejarahnya, pantai ini juga menjadi tempat yang diminati oleh masyarakat Kota Kupang sendiri, terlihat dari ramainya pengunjung mulai dari penjual jajanan hingga penyewaan mobil-mobilan untuk anak-anak. Pemandangan sunset dan mercusuar peninggalan Belanda menambah keindahan pantai ini.
Dalam perjalanan pulang, kami mencari makan malam di sekitar Mabes SkolMus. Pilihan akhirnya jatuh pada nasi kuning yang terkenal di depan Patoby. Saat kami tiba, sudah banyak pembeli yang mengantri karena nasi kuning ini memang terkenal enak, bahkan bagi kami yang berasal dari Jawa Timur.
Berkunjung ke Seniman: Rexi
Pada Sabtu, 30 Maret 2024, tim Gutu memulai kegiatan dengan mencoba makan siang di café di Kupang. Pilihan pertama kami adalah café bernama Rumah Selingkuhan, namun sayangnya tempat tersebut tutup. Kami pun mencari lokasi lainnya dan memutuskan untuk makan siang di Waroenk Resto.
Kegiatan kami dilanjutkan dengan kunjungan ke seniman Kupang bersama teman-teman SkolMus. Seniman yang kami kunjungi bernama Ka Rexi, yang terkenal dengan eksperimennya dalam pembuatan karya seni. Dari diskusi kami bersama Ka Rexi, kami mengetahui bahwa proses berkesenian dimulai dari rumah, di mana ayah Ka Rexi adalah seorang tukang kayu sehingga sering kali sisa kayu atau bahan lain yang tidak terpakai dimanfaatkannya menjadi karya seni. Ka Rexi juga menceritakan bahwa ia sering menggunakan berbagai bahan seperti tulang, kayu, tanduk, atau bahan lainnya yang kemudian diukir menjadi karya seni. Karya seninya, yang juga meliputi lukisan, cukil, aksesoris, atau instalasi, telah dipamerkan dalam pameran SkolMus “Akar Muasal”.
Dalam diskusi kami, Ka Rexi juga mengungkapkan bahwa kebanyakan karyanya terinspirasi dari semangat punk, yang menekankan kejujuran dan keberanian dalam menyampaikan pendapat serta kritik. Ka Rexi menggunakan sudut pandang ini untuk menyampaikan pesan dalam karya-karyanya. Saat kami masuk ke studio kerja Ka Rexi, kami menemui banyak karya menarik yang mengangkat berbagai topik yang erat dengan keresahan dan identitas orang NTT.
Pawai Obor, Oleh-Oleh & Sei Sapi, Bertemu Kristo
Minggu, 31 Maret 2024 tim #TimurKeTimor berkesempatan untuk ikut serta dalam Pawai Obor Jalan Salib di lingkungan Kota Raja, sekitar Mabes SkolMus. Tim dari Gulung Tukar dan SkolMus mengikuti kegiatan pawai obor kurang lebih dimulai pada pukul 00.20 WITA dengan berjalan menuju pos-pos pawai obor yang mana merupakan gereja di lingkungan tersebut. Pada setiap pos, nantinya rombongan pawai obor jalan salib akan melakukan adegan-drama sesuai dengan cerita kebangkitan Yesus Kristus dalam peringatan Paskah.
Meskipun dilakukan dini hari, masyarakat yang mengikuti kegiatan ini cukup ramai dan antusias. Jalan-jalan dalam lingkungan dipenuhi orang-orang yang mengikuti rombongan dengan berjalan kaki. Kegiatan ini berlangsung hingga kurang lebih pada pukul 03.30 WITA. Kegiatan ini cukup menarik bagi kami yang terbiasa hidup di Tulungagung yang mayoritas adalah pemeluk agama Islam, jadi kami belum pernah menemui kegiatan pawai obor jalan salib sebelumnya. Adapun pawai obor yang biasa dilakukan di Tulungagung biasanya merupakan peringatan untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri atau biasa kita kenal dengan istilah Takbiran.
Setelah cukup beristirahat, kegiatan kami hari itu adalah berburu oleh-oleh dan makanan untuk berbuka puasa pada sore harinya. Toko oleh-oleh “Bu Pardi” menjadi pilihan, meski toko tersebut tergolong tidak terlalu besar akan tetapi pilihan oleh-olehnya cukup beragam. Setelah membeli oleh-oleh kami pun menuju CV Aldia untuk mencicipi Sei Sapi sebagai menu berbuka kami. Sei sediri merupakan salah satu teknik pengolahan makanan yang khas bagi masyarakat Timor. Mulanya teknik ini digunakan untuk mengawetkan makanan saat musim kemarau tiba guna menjaga ketersediaan pangan. Saat ini kuliner ini cukup populer bahkan hingga di luar Pulau Timor sendiri.
Kegiatan kami hari itu ditutup dengan bertemu salah satu performance artist di Kupang sambari ngopi santai di Toko Kopi Maida. Seniman yang kami temui bernama Kristo, yang kebetulannya satu almamater dengan Benny. Diskusi pun menjadi sangat luwes dan santai, apalagi ternyata lingkaran pertemanan Benny dan Kristo cukup saling berkaitan. Krtisto sendiri baru kurang lebih 1 tahun kembali ke Kupang setelah selama ini melakukan proses berkesenian justru di Jawa. Kristo pun bercerita tentang tantangan dan potensi yang ditemui dalam proses berkeseniannya di Kupang dalam 1 tahun terakhir, apalagi posisinya yang sekarang juga menjadi salah satu dosen di salah satu universitas negeri di Kupang.
Ke Fatumnasi
Senin, 1 April 2024 sekitar pukul 02.30 WITA, kami memulai perjalanan menuju Fatumnasi. Beberapa dari kami menggunakan sepeda motor, sementara yang lain naik mobil bak terbuka. Kami sempat singgah di rumah Ilta, salah satu anggota SkolMus, untuk beristirahat sejenak dan minum teh sambil menunggu beberapa teman yang tertinggal karena ban motornya bocor. Perjalanan dari Kota Kupang hingga Kabupaten So’e memakan waktu sekitar 3 jam, dan dari Kabupaten Soe hingga Fatumnasi sekitar 45 menit.
Tujuan pertama kami adalah Batu Nausus, bekas bukit batu marmer yang pernah ditambang dan kemudian ditutup setelah mendapat protes dari warga sekitar. Perjalanan dari lokasi parkir menuju Nausus melewati jalan setapak berbatu, menunjukkan bukti bekas tambang marmer. Kami juga melintasi sungai kecil dan melewati hutan dengan pepohonan yang rapat. Nausus sendiri merupakan bukit batu tinggi yang terbelah horisontal akibat tambang. Kami juga mengunjungi cagar alam Gunung Mutis, tepatnya di hutan bonsai, yang memiliki pohon tua tidak terlalu tinggi dan tanah merah padat. Meskipun awalnya kami berencana mendaki Gunung Mutis, hujan membuat kami kembali ke Kota Kupang.
Perjalanan ini memberi kami pengalaman yang berkesan dengan pemandangan indah, ekosistem alam yang berbeda, dan mempererat hubungan dengan teman-teman SkolMus. Meskipun diwarnai dengan hujan, motor mogok, mobil mogok, dan mabuk darat, perjalanan ini masih sangat layak disebut sebagai “healing”.
Ikut Tim Pengarsipan ke Rumah Opa Steven
Selasa, 2 April 2024, tim Gulung Tukar bergabung dalam kegiatan Tim Pengarsipan #MerekamKota di Kota Raja, tepatnya di rumah Opa Steven. Anggota tim pengarsipan ini yaitu Ayu, Egha, Ivan, Junior, Sara, dan Yosafat. Kami berbincang dengan Opa Steven tentang sejarah Kota Raja dan Kota Kupang, dari kisah-kisah tentang pedagang keturunan Cina di Kota Kupang hingga tempat-tempat bersejarah sejak zaman Belanda. Opa Steven, yang dulunya seorang sopir bemo dan mobil bak susu, menceritakan bagaimana pekerjaannya secara tidak langsung membuatnya terhubung dengan perkembangan dan kejadian di Timor. Keterlibatannya dalam transportasi publik memaksa dia untuk sering bepergian, sementara minatnya dalam fotografi, berbekal kamera compact analog yang disebut sebagai tustel, Ia secara rutin mendokumentasikan perjalanan dan kesehariannya.
Jalan-Jalan di Kota Raja + Lab Ingatan
Rabu, 3 April 2024, kami menjelajahi Kota Raja untuk mengunjungi lokasi-lokasi yang telah diceritakan oleh Opa Steven sebelumnya, serta untuk memetakan rute hunting foto sebagai bagian dari lokakarya fotografi Tata Mata, Rekam Kota salah satu program kolaborasi dan residensi Timur ke Timor | Gutu x SkolMus. Perjalanan dimulai dari Mabes SkolMus, melalui President Theater, gang-gang, dan perkampungan, hingga akhirnya sampai di mata air di desa Air Nona. Selama perjalanan, Ivan dan Sarah menjelaskan cerita dan mitos seputar lokasi yang kami kunjungi, termasuk mural lukis-relief di jembatan mata air di Air Nona. Meskipun kondisi mata air tidak terawat setelah pembangunan kolam keramik, tetapi airnya masih jernih.
Malam harinya, setelah menjelajahi Kota Raja, kami berdiskusi dengan Sheko, Scivo, Felzip, dan Melati tentang arsip-arsip yang dimiliki oleh SkolMus dalam proyek pengarsipan Merekam Kota. Sesi tersebut dikenal dengan nama Lab. Ingatan, di mana kami diajak untuk terlibat dalam mengelola arsip dan temuan dari tim pengarsipan untuk kemudian dijadikan karya dan dipamerkan dalam pameran Merekam Kota. Setelah melihat arsip dan berdiskusi, kami berhasil memunculkan ide tentang apa yang akan kami bahas dan buat untuk pameran Merekam Kota 2024.
Tata Mata, Rekam Kota – Day 1 – Materi
Kamis, 4 April, dimulailah pelaksanaan Tata Mata, Rekam Kota sebagai bagian dari residen #TimurKeTimor, kolaborasi antara Gulung Tukar dan SkolMus. Acara ini dimulai dengan sesi pengantar fotografi oleh Benny Widyo dari Gulung Tukar, yang mencakup beberapa teknik pengambilan gambar dan tips praktis. Benny juga membahas tentang bagaimana melakukan riset sederhana sebelum melakukan pemotretan di suatu wilayah tertentu. Ia juga menyoroti etika dalam memotret, terutama ketika melibatkan manusia sebagai objek foto. Selama sesi tersebut, dijelaskan pula bahwa kegiatan akan difokuskan pada dokumentasi suasana Kota Raja. Para peserta juga diajak untuk menebak perspektif yang digunakan dalam beberapa foto, serta berpartisipasi dalam kuis yang mengevaluasi sudut pandang peserta terhadap fotografi, Kota Raja dan kota Kupang.
Tata Mata, Rekam Kota – Day 2 – Jalan Gembira & Hunting Foto
Pada Jumat, 5 April 2024, lokakarya Tata Mata, Rekam Kota memasuki hari kedua dengan agenda berjalan kaki menyusuri Kota Raja sembari memotret apa pun yang menarik perhatian. Tentunya dengan mempraktikkan materi komposisi fotografi yang telah diberikan di hari sebelumnya. Kami memulai perjalanan sekitar pukul 15.30 WITA dari Mabes SkolMus, menjelajahi berbagai tempat menarik seperti bekas Kantor Wali Kota Kupang Pertama, wilayah pertokoan lama, Presiden Theater, pemukiman warga, kali sembunyi, Sonaf (Istana) Raja Kupang Nisnoni, dan kembali ke Mabes SkolMus. Salah satu hal yang menarik karena beberapa peserta “berhasil” masuk ke dalam Presiden Theater untuk mendokumentasikan situasi di dalamnya. Foto-foto hasil Jalan Gembira ini kemudian dikumpulkan dan dikurasi bersama pada hari berikutnya, dengan setiap peserta diminta untuk melakukan seleksi awal dan mengumpulkan 30-50 foto.
Tata Mata, Rekam Kota – Day 3 – Editing-Kurasi Foto
Sabtu, 6 April 2024, peserta Tata Mata, Rekam Kota berkumpul lagi di SkolMus untuk melakukan editing hasil foto yang telah disubmit sebelumnya. Totalnya ada sekitar 418 file foto yang dikumpulkan, dan kemudian dikelola menggunakan Lightroom. Proses kurasi melibatkan memberikan rating kepada setiap foto dan memberikan label sesuai dengan kategori, misalnya bangunan dan kondisi luar ruangan diberi label merah, tanaman; makhluk hidup; dan kehidupan di dalam gang dengan label hijau, dan Presiden Theater dengan label kuning. Peserta juga terlibat dalam diskusi mengenai pemberian rating dan cerita menarik di balik foto-foto, serta informasi tentang bangunan yang difoto. Hasil kurasi ini akan digunakan untuk menyusun sebuah buku foto yang memperlihatkan wajah Kota Raja dari sudut pandang peserta Tata Mata, Rekam Kota. Kegiatan ini juga diisi dengan berbagi pengalaman peserta dalam mengikuti kegiatan, terutama dalam menggunakan metode Jalan Gembira yang mungkin masih baru bagi sebagian peserta dengan minat fotografi di Kota Kupang. Lokakarya ini akan berlanjut dengan beberapa agenda daring hingga penerbitan buku foto nanti.
Diskusi Praktik Kuratorial di Lingkungan Komunitas + Farewell Party
…