Dimas Gilang
Ote-Ote Seharga Permen, 2024
Print on Art Paper, Mounted on PVC Board
Variable Dimension
Nongkrong di malam hari paling enak ditemani camilan. Seringkali, ketika bingung menentukan ingin membeli camilan apa di larut malam, saya mampir ke warung ote-ote mini di Serut. Selama belum lewat dari pukul 12 malam, warung Bu Am masih buka. Letak warung ini sekitar 50 meter ke arah barat dari Masjid Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Luhur Sulaiman, Serut, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung.
Anak muda zaman sekarang menyebutnya sebagai “hidden gem” ote-ote mini di warung Bu Am. Warung ini seolah tersembunyi di antara deretan berbagai warung di sepanjang Jalan KH Sulaiman Al Karim. Tidak ada tanda khusus untuk membedakan warung ini dari yang lain, karena Bu Am tidak memasang papan nama atau keterangan yang jelas tentang apa yang dijual di sana. Promosi benar-benar hanya dari mulut ke mulut.
Bukan hanya tempatnya yang unik, ote-ote yang dijual juga memiliki ciri khas berbeda dari ote-ote konvensional. Ukurannya terbilang kecil dibandingkan ote-ote yang dijual di warung gorengan lainnya. Karena ukurannya yang lebih kecil, ote-ote ini menjadi lebih renyah dan lebih ramah di mulut. Selain itu, harganya juga terbilang sangat murah, dengan Rp 1.000 bisa mendapat tiga buah, serasa membeli permen.
Perkakas yang digunakan di warung ini juga terbilang tradisional. Di tengah banyaknya alat-alat modern, Bu Am masih mempertahankan alat-alat tradisional. Memasaknya menggunakan tungku berbahan bakar kayu, dan alat penyaringannya pun menggunakan anyaman bambu. Secara tidak langsung, cara ini ramah lingkungan karena sebagian besar alat yang digunakan berasal dari bahan alami seperti kayu dan bambu.