"Audiofil," kata Rama Catatan Pekan Kedua
Silang Residensi - Pekan Kebudayaan Nasional 2023 - kuratorial Sedekah Bumi Project Gulung Tukar sebagai host - seniman residensi: Noirlab Collective, Bogor
oleh Benny Widyo
Setelah pergantian pemain, pekan berikutnya residensi dimulai dengan mengajak Rama dan Alica untuk menonton karnaval sound system di Desa Sambijajar, Kec. Sumbergempol, Kab. Tulungagung. Dalam momentum perayaan kemerdekaan, di Tulungagung selain ada pawai atau karnaval busana adat, baris-berbaris, atau sepeda hias; terdapat juga karnaval sound system. Karena dekat dengan salah satu situs, rombongan hari itu juga mampir ke Goa Pasir.
Dalam satu perbincangan, Rama mengungkapkan pembacaan awalnya tentang budaya suara di Tulungagung. Dia melihat di warung-warung kopi kecil atau tradisional, sound system menjadi elemen penting yang diperhatikan. Bukan taste musiknya, tetapi pada bagaimana keluaran dari pengeras suara yang dihasilkan: audiofil. Rama melihat masyarakat Tulungagung adalah penikmat suara yang baik.
Negosiasi kebisingan juga menjadi poin yang muncul dalam obrolan kami. Seniman residensi di Gutu sebelumnya adalah Ella dari Somerset, UK. Dia pernah mengungkapkan pendapatnya tentang wajar jika noise atau bebunyian berkembang di Indonesia karena tingkat kebisingan di Indonesia, atau lebih spesifik Tulungagung cukup kuat dan berat. Tetapi masyarakat bisa bernegosiasi dengan itu. Suara adzan yang bersahut-sahutan, kendaraan bermotor, mesin untuk berbagai macam pekerjaan, dan sebagainya.
Hari berikutnya, Rama dan Alica yang merupakan pasangan, memilih untuk berjalan-jalan sendiri keliling Tulungagung berdua. Malam harinya di Gutuhaus, bersama mas Nanang, mereka jamming menggunakan alat musik gitar, seruling, dan karinding.
Selasa (5/9) kami habiskan lebih banyak di rumah, berbincang tentang temuan Rama dan Alica selama 4 hari awal di Tulungagung. Termasuk tentang gagasan dan rencana produksi karya. Kami merencanakan beberapa perjalanan untuk hari berikutnya setelah Yoga dari Noirlab menyusul hadir ke Tulungagung.
Rabu (6/9) setelah Yoga beristirahat, kami memulai aktivitas bersama. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Makam Bolo yaitu makam bagi etnis Tionghoa yang terletak di sebuah bukit di Desa Bolo, Kec. Gondang. Selanjutnya kami menuju ke Warung Kopi Mak Waris. Warkop yang legendaris dengan kopi ijo-nya. Kopi khas Tulungagung yang digiling sangat lembut. Kopi ini khas juga karena aktivitas yang menyertainya yaitu Nyete. Aktivitas mengoleskan ampas kopi ke batang rokok. Sembari ngopi di Waris kami berbincang tentang banyak hal, dari praktik kolektif, ekosistem seni di daerah masing-masing, hingga berbagai kebudayaan, tradisi, dan kelokalan. Selepas dari Waris, kami melanjutkan mengunjungi Dam Tiudan (Kleben) untuk menikmati sore hari. Hari itu adalah momentum untuk memperkenalkan Tulungagung kepada Noirlab sebagai kota warung kopi. Sepanjang perjalanan kami membahas tentang aktivitas ngopi, nyete, dan nongkrong yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Tulungagung. Di Dam Kleben pun kami mampir ke warung kopi untuk mengikuti Zoom meeting mingguan program Silang Residensi Lawatan Jalan Terus ini.
Kamis, (7/9) kami mengunjungi Amphitheater Tebing Mojo lagi yang telah ditentukan sebagai venue untuk video musik dari karya yang akan dikerjakan oleh Noirlab. Kami menghabiskan waktu cukup lama sambil mengimajinasikan dan memperkirakan shoot video akan seperti apa nantinya. Dari amphitheater kami naik sedikit ke jalur pendakian Candi Dadi untuk menikmati Tulungagung sore hari. Menuju maghrib, kami bertemu dengan Yayak Priasmara di Balai Budaya untuk membicarakan rencana kolaborasi. Tentu kami awali dengan perkenalan (ulang) dan menjelaskan tentang ide karya yang akan dibuat. Setelah cukup memahami gagasan karyanya, mas Yayak mulai masuk dalam diskusi dan memberikan beberapa contoh tutur naskah dan parikan yang dengan sigap segera direkam oleh Rama dan Alica. Setelah pertemuan awal dirasa cukup, kami melanjutkan ke tujuan selanjutnya yaitu Balai Desa Picisan, Sendang, Tulungagung. Kami menonton latihan pertunjukan Kidung Lesung yang akan diselenggarakan pada hari Sabtu (9/9). Selama latihan ini Rama dan Alica juga sudah siap dengan alat perekam suaranya. Kami menonton beberapa kali latihan dan pamit mengundurkan diri sekitar pukul 11 malam.
Hari ini (8/9) Rama, Yoga, dan Alica sudah melakukan set up untuk produksi karya. Terutama Rama yang sudah menata semua kebutuhan perangkat composing musiknya. Hari ini kami habiskan di Gutuhaus untuk membahas dan memastikan lagi tentang rencana produksi karya. Rama dan Alica sempat bepergian mencari bahan untuk kostum shooting video.
Sabtu, (9/9) kami masih membahas dan mematangkan karya dan rencana produksi. Malam harinya kami menonton pertunjukan Kidung Lesung di Balai Desa Picisan, Sendang.