Bekonang Keras

Silang Residensi - Pekan Kebudayaan Nasional 2023 - kuratorial Sedekah Bumi Project

oleh Agustin Dwima & Sulthon Amanulloh

(1/9) Kami mengunjungi situs-situs yang berkaitan dengan Ki Ageng Konang, di antaranya Makam yang dipercaya sebagai makam Ki Ageng Konang, Embong Panguripan, dan Makam Ki Anggaspati. Lalu kami ke RPK, cafe yang ada di Mojolaban, untuk bertemu dengan Mas Edwin, founder dari Bekonang Keras yang juga warga asli di wilayah Bekonang. Rumah Mas Edwin ini berdekatan dengan Makam Ki Ageng Konang. Ketika bertemu dengan Mas Edwin, kami mendapatkan informasi tambahan mengenai cerita Kawedanan Bekonang. Dari perspektif mas Edwin, kami diberitahu tentang situasi dan keadaan masyarakat wilayah Bekonang saat ini serta sentra industri pembuatan Ciu.

Mas Edwin adalah founder dari Bekonang Keras (instagram.com/bekonangkeras). @bekonangkeras awalnya adalah akun media sosial untuk penjualan merch seperti baju, totebag, mug, dll. Konsep dari merch tersebut adalah tentang “Bekonang”, daerah eks Kawedanan pada era Kolonial. Bekonang Keras terbentuk pada tahun 2019. Berjalan selama 4 tahun ini, akhirnya sosial media tersebut juga berfungsi sebagai akun media untuk masyarakat sekitar, seperti posting poster acara; pengenalan UMKM; kuliner; dll. 

Dari obrolan & penuturan dari mas Edwin, kami menangkap beberapa pengetahuan baru, diantaranya Eks Kawedanan Bekonang sekarang meliputi 3 kecamatan, diantaranya: Sukoharjo, Pulokarto & Bendosari.

Menurut Wikipedia, Kawedanan Bekonang meliputi wilayah Mojolaban, Polokarto, dan sekitarnya yang kala itu merupakan wilayah tersendiri. Namun, dengan bergabungnya Kawedanan Bekonang, Kawedanan Larangan atau Sukoharjo, dan Kawedanan Kartasura menjadi Kabupaten Sukoharjo pada hari Senin Pon tanggal 15 Juli 1946, praktis Kawedanan Bekonang sudah tidak difungsikan dan digantikan dengan Kecamatan Mojolaban. Setelah Dalem Kawedanan Bekonang menjadi wilayah Kecamatan Mojolaban, Dalem ini pernah berganti nama menjadi rumah dinas Pembantu Bupati Kepala Daerah Wilayah Mojolaban. Setelah struktur kawedanan tidak ada lagi, rumah dinas tersebut dipergunakan sebagai aset Kecamatan Mojolaban dan masuk dalam Data Inventarisasi BCB Tidak Bergerak Kabupaten Sukoharjo. (Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Bekonang,_Mojolaban,_Sukoharjo)

 

Menurut Wikipedia lagi, Kawedanan (“ke-wedana-an”, bentuk bahasa Jawa) adalah wilayah administrasi kepemerintahan yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan. Bentuk wilayah ini berlaku pada masa Hindia Belanda dan beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia di beberapa provinsi, misalnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemimpin suatu kawedanan disebut wedana. Di wilayah, Kalimantan (khususnya di Kalimantan Selatan) wedana dipanggil juga kiai. Di beberapa daerah, ada juga yang bentuk wilayahnya disebut kademangan dengan dipimpin oleh seorang demang.

Kawedanan bersama dengan keresidenan sudah dihapuskan melalui Perpres No.22 Tahun 1963 tentang Penghapusan Keresidenan dan Kewedanaan tertanggal 25 Oktober 1963. Hal ini dilakukan untuk optimalisasi otonomi daerah kabupaten/kota serta karena kawedanan dianggap tidak efektif dalam membantu tugas bupati, apalagi beberapa kawedanan masih mencakup wilayah yang sangat luas. Contohnya adalah Kawedanan Jonggol di Kabupaten Bogor yang luas wilayahnya mencapai 123.600 hektare (1.236 km²) atau setara dua kali luas wilayah DKI Jakarta, hal tersebut membuat beban kerja dari Kawedanan Jonggol sangat berlebih. Namun posisi wedana di beberapa tempat masih diisi oleh pejabat yang disebut Pembantu Bupati yang tidak memiliki kewenangan pengambilan keputusan. Wilayah kerjanya disebut Wilayah Pembantu Kabupaten. (Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Kawedanan)

Mas Edwin memilih branding “Bekonang” sebagai merch yang dikembangkan karena dia sendiri adalah warga Sukoharjo asli. Previlese ini membuatnya menjadi lebih tahu tentang seluk-beluk yang terjadi di sana.Dia juga ingin ikut serta mempromosikan UMKM wilayah Bekonang Raya lewat merch dan media. Dari penuturan mas Edwin, culture yang masih berjalan sampai sekarang dari era kolonial di Pasar Bekonang adalah Kliwonan (pasaran di Pasar yang lebih ramai dari hari pasaran lainnya). Disebut juga Pasar Tumpah pada hari Kliwonan karna yang jualan sampai di wilayah luar pasar dan berdatangan dari luar daerah. Terdapat pula pasar hewan/ sapi pada kliwonan.